Jakarta – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA menilai Mahkamah Agung (MA) lalai dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut disampaikannya kepada redaksi media ini, Kamis (6/12/2018) menanggapi keluhan anggota PPWI yang dipimpinnya, Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky yang begitu lama menunggu Putusan MA atas perkara nomor 144 K/PID.SUS/2018 di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu.
“Bayangkan, sudah 331 hari sejak perkara yang dimenangkan Hoky itu masuk ke MA (kasasi – red), hingga hari ini belum juga diputus oleh hakim MA. Jika bukan lalai dalam melaksanakan tugasnya, apa namanya itu?” ujar lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu dengan nada tanya.
Padahal, lanjut alumni pascasarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, The Netherlands, itu berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 tanggal 31 Desember 2014, secara tegas disebutkan bahwa perkara kasasi dan peninjauan kembali pada Mahkamah Agung harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 250 (dua ratus lima puluh) hari, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. “Fakta ketidakjelasan putusan MA terkait perkara hukum yang dihadapi Anggota PPWI atas nama Soegiharto Santoso mencerminkan kinerja hakim-hakim agung di MA itu lamban dan dapat dinilai tidak becus bekerja. Lembaga itu justru melanggar PERMA yang dibuatnyanya sendiri,” tegas Wilson.
Secara terpisah, Soegiharto Santoso alias Hoky yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) mengatakan bahwa ia juga sempat memperoleh konfirmasi langsung dari Ketua MA Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H, M.H maupun dari Ketua Muda Pidana MA Dr. H. Suhadi SH., MH bahwa benar, seharusnya 3 (tiga) bulan saja telah ada putusan dari MA dan paling lama 250 (dua ratus lima puluh) hari berkas perkara telah kembali ke pengadilan pengaju (PN Bantul – red). “Selaku Wakil Pimpinan Redaksi media online Info Breaking News, saya sempat meliput acara pelantikan Ketua Muda Pidana MA pada Selasa, 9 Oktober 2018 yang lalu. Usai acara pelantikan saya meminta penjelasan ke Pak Ketua MA, Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali, S.H, M.H maupun dari Ketua Muda Pidana MA Dr. H. Suhadi SH., MH. Kedua pejabat itu membenarkan bahwa seharusnya 3 (tiga) bulan saja telah ada putusan dari MA dan paling lama 250 (dua ratus lima puluh) hari berkas perkara telah kembali ke pengadilan pengaju, yakni Pengadilan Negeri Bantul yang mengadili perkara saya ini,” urai Hoky, Kamis (06/12/2018) melalui pesan WhatsApp-nya.
Sebagaimana diketahui, dan telah diberitakan di berbagai media, Hoky memenangkan perkara pidana atas kasus penggunaan logo seni APKOMINDO di PN Bantul, DIY. Walaupun ia telah sempat ditahan secara sewenang-wenang oleh oknum polisi dan kejaksaan selama 43 hari (24 Nov 2016 sd 05 Jan 2017) dan menjalani 35 kali sidang di PN Bantul, akhirnya Hoky diputus bebas murni pada tanggal 25 September 2017 oleh majelis hakim PN Bantul karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya dalam dakwaan pertama dan dakwaan kedua.
Justru sebaliknya dalam amar putusan disebutkan secara jelas adanya pihak yang menyediakan dana agar menjebloskan Hoky ke dalam penjara, sebagaimana isi dalam amar salinan putusan nomor: 03/Pid.Sus/2017/PN.Btl (terkait Hak Cipta – red) tentang pernyataan saksi dari pihak pelapor Ir. Henky Yanto TA, ‘Bahwa saksi tahu siapa-siapa orang yang menyiapkan dana supaya terdakwa masuk penjara, seingat saksi Suharto Juwono dan satunya saksi tidak ingat.’ Tak hanya itu, selain ada orang yang menyiapkan dana agar Hoky masuk penjara, dalam kasus kriminalisasi ini juga terungkap adanya oknum penegak hukum yang diduga membuat Surat Palsu Berita Acara Penolakan Didampingi Pengacara Dalam Pembuatan BAP Tersangka tertanggal 05 September 2016, Jam 10.45 atas nama AKP Sarjono, SH.
Dengan kasus penemuan surat palsu dan informasi ada orang yang menyiapkan dana, maka terindikasi sangat kuat tentang adanya rekayasa terselubung sehingga Hoky sempat ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul, DIY.
Atas putusan bebas murni Hoky oleh PN Bantul, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ansyori, SH dari Kejagung RI mengajukan kasasi dengan tuntutan 6 tahun penjara dan denda Rp 4 Miliar, yang sampai detik ini, perkara kasasi nomor 144 K/PID.SUS/2018 di MA telah jauh melampaui batas waktu penanganannya, namun masih belum ada putusan. Lucunya, JPU Ansyori, SH justru telah dimutasi atas perbuatan dugaan turut terlibat dalam proses kriminalisasi terhadap Hoky. “Berdasarkan kenyataan itu, seharusnya MA sudah dapat membuat keputusan bahwa kasasi yang diajukan JPU Ansyori, SH ditolak. Apa yang ditunggu MA ya? Menunggu angpao?” tanya trainer ribuan anggota TNI, Polri, PNS, wartawan, mahasiswa, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu.
Diketahui, bahwa berdasarkan catatan Hoky, perkara kasasi itu telah diterima sejak tanggal 10 Januari 2018 dengan Mejalis Hakim MA, yakni, Hakim P1: M. Desnayeti SH MH, Hakim P2: Maruap Dohmatiga Pasaribu SH M.Hum, dan Hakim P3: H. Suhadi SH MH. Oleh karena berkas perkara telah diterima sejak 10 Januari 2018, maka seharusnya paling lambat tanggal 11 April 2018 (3 bulan) sudah ada putusan dari MA, kemudian seharusnya paling lambat tanggal 17 September (250 hari) berkas perkara sudah diterima kembali oleh pengadilan pengaju, yakni PN Bantul. Faktanya dari ketentuan PERMA 3 bulan harus ada putusan dari MA, namun hingga kini telah 331 hari masih belum ada putusan sama sekali dari pihak MA.
Kepada Ketua Umum PPWI, Hoky juga memaparkan bahwa selain perkara kasasi nomor 144 K/PID.SUS/2018 yang masih belum diputus oleh MA, pria yang sempat mengikuti program Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan (Taplai) di Lemhannas itu mengatakan dirinya juga mendapatkan serangan hukum yang sengaja dilancarkan oleh pihak kelompok lawan. Berbagai macam laporan polisi (LP) dibuat, antara lain Laporan Polisi nomor: LP 503/K/IV/2015/-RESTRO Jakpus, Laporan Polisi nomor: LP/670/VI/2015/Bareskrim Polri, Laporan Polisi nomor: TBL/128/II/2016/Bareskrim Polri, Laporan Polisi nomor: LP/392/IV/2016/Bareskrim Polri, Laporan Polisi nomor: LP/109/V/2017/SPKT Polres Bantul dan juga serangkaian gugatan hukum Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang berlanjut ke Tingkat Banding dan Kasasi di Mahkamah Agung RI.
“Total ada 12 perkara di Pengadilan dan telah ada 9 perkara di pengadilan yang dimenangkan oleh kubu Hoky selaku Ketum Apkomindo yang sah. Bahkan dalam pertarungan panjang di pengadilan, kubu lawan yang dimotori oleh Sonny Franslay, sudah 2 kali kalah di MA,” kata Hoky.
Namun demikian, saat ini masih ada gugatan baru lagi di PN Jakarta Selatan yang akan disidangkan pada tanggal 12 Desember 2018, gugatan tersebut diajukan oleh Rudy D. Muliadi dan Ir. Faaz dengan perkara nomor 33/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL. “Yang luar biasanya, mereka menggunakan jasa pengacara terkenal lagi yaitu Prof. Dr. Otto Hasibuan SH MM, disertai dengan tuntutan ganti rugi materil sebesar Rp. 5 Miliar dan tuntutan ganti rugi immateriil sebesar Rp. 10 Miliar, sehingga jumlahnya Rp 15 Miliar. Ini menujukkan bahwa ada niat buruk dari kelompok lawan yang sangat nyata dan sadis,” tukas Hoky.
Belum cukup dengan deraan berbagai perkara yang harus dihadapinya, kini Hoky kembali secara sewenang-wenang ditetapkan menjadi tersangka oleh Polres Bantul atas laporan Ir. Faaz, sehingga Hoky mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Kapolres Bantul ke Pengadilan Negeri Bantul yang akan mulai bersidang pada tanggal 10 Desember 2018 mendatang.
“Inilah potret buram hukum di negeri ini, kebanyakan aparat tidak becus melaksanakan tugasnya, berkelindan sengkarut dengan oknum-oknum warganya yang suka mempermainkan hukum sesuka hatinya,” tutup Wilson dengan nada sedih melihat fenomena perkara yang dihadapi Hoky. (HWL/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar