Kotamobagu — Satu lagi wartawan bakal dipenjara karena karya jurnalistiknya. Dadu, Pimred media online klikbmr.com di Kotamobagu dilaporkan oleh oknum anggota DPRD setempat karena tulisan yang berisi kritikan terhadap oknum tersebut melalui media yang dikelolanya. Kasus ini telah bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Kotamobagu, dan siap disidangkan.
Terkait kasus kriminalisasi jurnalis di Sulawesi Utara itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan prihatin dan mengencam tindakan oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kotamobagu, Muliadi Palutungan. Pasalnya, oknum anggota DPRD tersebut, semestinya wajib mempelajari dan mengetahui berbagai perundangan dan peraturan yang berlaku di negara ini.
“Oknum anggota dewan tersebut buta UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Yang bersangkutan tidak mengerti bahwa keberatan atau komplain terhadap pemberitaan pers harus melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi, bukan melalui mekanisme lapor polisi,” kata Wilson, Rabu, 10 Oktober 2018, melalui pesan WhatsApp-nya kepada pewarta media ini.
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu berpendapat dari kasus pelaporan delik pers menggunakan UU ITE terkait berita berjudul _Istri Anggota DPRD Kotamobagu Ini Posting Foto Tak Senonoh_ http://www.klikbmr.com/2017/06/01/istri-anggota-dprd-kotamobagu-ini-posting-foto-tak-senonoh/ terlihat jelas bahwa oknum anggota dewan tersebut tidak paham perarturan atau UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Lebih fatal lagi, sebagai anggota dewan, oknum ini jelas dan nyata tidak mampu menunjukkan dirinya sebagai seorang anggota dewan, yang dalam kesehariannya harus memberikan contoh tauladan hidup yang baik dan benar, sesuai tuntunan agama, norma sosial, dan nilai moral kemasyarakatan lainnya,” lanjut lulusan Master di bidang Etika Terapan dari Univeritas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia ini.
Oknum tersebut, lanjutnya, merupakan produk gagal dari sebuah demokrasi di Kotamobagu. Rakyat merugi membayar biaya hidup yang bersangkutan, yang hanya mampu menghasilkan karya foto kurang elok di jejaring media sosial facebooknya.
Alumnus Pascasarjana Bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu, juga menyingung bahwa seharusnya aparat penegak hukum di Kotamobagu dan seluruh Indonesia, dari jajaran kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman sangat perlu mempelajari substansi dan hakekat peraturan perundangan di bidang pers, yakni Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Dengan demikian, kemerdekaan pers sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 F UUD NRI tahun 1945 dan deklarasi internasional tentang HAM dapat ditegakkan.
“Hukum harus bebas dari intervensi pihak manapun, termasuk dari oknum perwakilan rakyat yang bermoral bejat, yang anti kritik dari rakyat yang membayar biaya pembelian celana dalam istrinya, oknum pejabat korup, dan sebangsanya. Aparat hukum harus menempatkan Pers sebagai pilar demokrasi, alat kontrol dan pengawasan terhadap perilaku menyimpang para pengguna uang rakyat,” terangnya.
Wilson Lalengke yang juga sebagai Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia, menyatakan menolak cara-cara yang tidak sesuai mekanisme UU Pers dalam merespon pemberitaan media yang dipandang menyudutkan pihak tertentu. “Kita menolak cara-cara brutal oknum anggota dewan di Kotamobagu itu dan di seluruh Indonesia, yang buta UU Pers, anti kritik, memanfaatkan UU ITE untuk kepentingan pribadi, dan tidak sadar diri sebagai warga yang isi perutnya dibayar rakyat,” tutup Wilson mengakhiri pesan WhatsApp-nya.(HWL/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar